SEJARAH IPA KELAS XI IPA SEMESTER 1 BAB 2
BAB II
INDONESIA MASA KOLONIALISME
A. Indonesia di Bawah VOC
Atas usul Johan Van
Oldenbarneveld dibentuklah sebuah perusahaan yang disebut Vereemigde Oost
Indische Compagnie (VOC) pada tanggal 20 Maret 1602 dan kemudian 1610 VOC
diakui Pemerintah Nederlad sebagai pemerintahan di Ambon dan diangkatlah
Gubernur Jendralnya Pieter Both sampai 1619. Tujuan
pembentukan VOC tidak lain adalah menghindarkan persaingan antar pengusaha
Belanda (intern) serta mampu menghadapi persaingan dengan bangsa lain terutama
Spanyol dan Portugis sebagai musuhnya (ekstern). Sebagai Pemerintah VOC
diberi oktroi (hak-hak istimewa) sebagai berikut :
1. Dianggap sebagai wakil pemerintah Belanda di Asia
2. Monopoli perdagangan
3. Mencetak dang mengedarkan uang sendiri
4. Mengadakan perjanjian
5. Menaklukkan perang dengan negara lain
6. Menjalankan kekuasaan kehakiman
7. Pemungutan pajak
8. Memiliki angkatan perang sendiri
9. Mengadakan pemerintahan sendiri.
2. Monopoli perdagangan
3. Mencetak dang mengedarkan uang sendiri
4. Mengadakan perjanjian
5. Menaklukkan perang dengan negara lain
6. Menjalankan kekuasaan kehakiman
7. Pemungutan pajak
8. Memiliki angkatan perang sendiri
9. Mengadakan pemerintahan sendiri.
Untuk melaksanakan
kekuasaannya di Indonesia diangkatlan jabatan Gubernur Jenderal VOC
antara lain: Pieter Both, merupakan Gubernur Jenderal VOC pertama yang
memerintah tahun 1610-1619 di Ambon. Kemudian digantikan oleh Jan Pieterzoon
Coen 1619 ) , merupakan Gubernur Jenderal kedua yang memindahkan pusat VOC dari
Ambon ke Jayakarta (Batavia). Karena letaknya strategis di tengah-tengah
Nusantara memudahkan pelayaran ke Belanda. Adapun cara-cara yang ditempuh
pemerintah VOC dalam menjalankan roda pemerintahan antara lain :
1. Melakukan pelayaran hongi
2. Melakukan Ekstirpasi yaitu penebangan tanaman,
milik rakyat
3. Perjanjian dengan raja-raja setempat terutama yang
kalah perang wajib menyerahkan hasil bumi yang dibutuhkan VOC dengan harga yang
ditetapkan VOC. Penyerahan wajib disebut Verplichte Leverantien. Rakyat wajib
menyerahkan hasil bumi sebagai pajak, yang disebut dengan istilah
Contingenten
Pada pertengahan
abad ke 18 VOC mengalamii kemunduran karena beberapa sebab sehingga dibubarkan.
31 Desember 1799 , hal ini disebabkan hal – hal sebagai berikut :
1. Banyak pegawai VOC yang curang dan korupsi
2. Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan contoh
perang melawan Hasanuddin dari Gowa.
3. Banyaknya gaji yang harus dibayar karena
kekuasaan yang luas membutuh kan pegawai yang banyak
4. Pembayaran Devident ( keuntungan ) bagi pemegang
saham turut memberatkan setelah pemasukan VOC kekurangan
5. Bertambahnya saingan dagang di Asia terutama
Inggris dan Perancis. Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya
Republik Bataaf 1795 yang demokratis dan liberal menganjurkan perdagangan
bebas.
B.
Pergantian
Pemerintah dari VOC ke Hindia Belanda
Dengan dibubarkannya VOC, Indonesia diwariskan kepada pemerintah di Negeri
Belanda yg saat itu disebut Bataafsche Republik. Penguasa yang dipercaya untuk
mengurus Tanah Jajahan di Asia termasuk Indonesia adalah Raad van
Asiatische Besittingen en Establisement yang bertanggung jawab kepada
Dewan Eksekutif Rebublik. Pada tahun 1807 Jendral H.W. Daendels diangkat
menjadi Gubernur Jendral di Indonesia. Ia berusaha keras melaksanakan pemusatan
kekuasaan berdasarkan pada Korps Pangreh Praja Belanda dan Bumi Putera yg
berdisiplin. Menurut Daendels kekuasaan pejabat yg diwariskan VOC terlalu besar
sehingga mudah untuk memperkaya diri dengan cara melakukan korupsi. Pejabat yg
dinilai terlalu besar kekuasaannya antara lain adalah Gubernur Pantai Jawa Timur
Laut dan Residen yang berkedudukan di Kraton Yogyakarta dan Surakarta.
Untuk melaksanakan maksudnya
Daendels menghapus Gubernemen Pantai Jawa Timur Laut. Demikian puula Residen
yang berkedudukan di Kerajaan Jawa yang berada di bawah Gubernur diambilalih
langsung di bawah pemerintah pusat di Batavia. Daerah Jawa di luar kerajaan
Surakarta dan Yogyakarta dibagi menjadi sembilan daerah administratif yang
disebut dengan Perfectur , yang kelak pada masa pemerintahan
Raffles diubah dengan nama Karesidenan yang kemudian terkenal dengan nama Gewest .
Tiap Perfectur dikuasasi oleh se orang Perfect yang berada di bawah perintah
langsung pemerintah pusat di Batavia.
Apabila pada masa VOC kekuasaan
pemerintah daerah diserahkan kepada para Bupati maka Daendels tidak mengikuti
pola semacam ini. Daendels mengurangi banyak kekuasaan para Bupati sehingga
peran Bupati itu tidak lebih dari se orang leverancier hasil bumi bagi
kepentingan pemerintah Kolonial. Dengan demikian posisi Bupati diturunkan
menjadi pegawai pemerintah kolonial meskipun tidak memperoleh gaji. Sebagai
pegawai pemerintah Bupati ditempatkan di bawah Perfect, sedangkan gaji
bawahannya masih menjadi tanggungjawab para Bupati.
Meskipun demikian Bupati masih
diperlukan oleh Daendels. Dengan dipertahankannya sistem leveransi dan
kontingenten peran Bupati masih sangat penting yaitu sebagai penghubung antara
pemerintah dengan rakyat. Dengan dipertahankannya penguasa pribumi sebenarnya
sangat penting artinya namun Daendels tidak ingin peran penting penguasa Bumi
Putera itu terlihat secara nyata. Untuk itu Daendels melakukan tindakan berupa
pengapusan perbedaan yang ada antara Bupati yang berkedudukan di Priangan
dengan Bupati yang berkedudukan di Pantai Jawa Timur Laut seperti pada masa
VOC. Stelsel Priangan yang diciptakan VOC dipertahankan oleh Daendels maupun
oleh penguasa Inggris kemudian. Stelsel Priangan yang menjiwai Sistem Tanam
Paksa (STP) buatan Van den Bosch itu dipertahankan sampai tahun 1871.
Pembenahan yang dilakukan Daendels
dalam penyediaan mesin birokrasi adalah memperbanyak kantor pengadilan. Tiap
Perfect diangkat menjadi Ketua Land Gerecht dan Bupati menjadi
Ketua Vrijde Gerecht. Land Gerecht bertugas mengadili perkara
yang menyangkut orang Eropa dan golongan tertentu dari orang bumi Putera
sedangkan Vrijde Gerecht mengadili perkara orang pribumi. Para Bupati juga
mendapat kedudukan militer di bawah kekuasaan Perfect. Hak jabatan yang secara
tradisional para Bupati yaitu turun temurun tetap dipertanahkan.
Pembenahan untuk pejabat di
lingkungan lebih bawah dari Bupati ada yang diantaranya berada di bawah
pemerintah Pusat. Mereka diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah Pusat bukan
oleh Bupati. Bupati mempunyai kewajiban menggaji pegawai yaitu para kepala
Wilayah yang ada di bawah kekuasaannya. Secara tradisional Bupati memperoleh
sepersepuluh dari hasil panen dan memperoleh tenaga tanpa dibayar dari penduduk
yang ada diwilayah kekuasaannya. Daendels mengurangi hak Bupati untuk
memperoleh sepersepuluh hasil bumi atau hak pancen dan hak memperoleh tenaga
tanpa upah. Bagi petani pengurangan penyerahan pancen dan kerja wajib itu boleh
jadi tidak penting namun bagi Bupati hal itu sangat penting karena menyangkut
status simbol sebagai seorang penguasa tradisional.
Pembenahan yang dilakukan itu
menyangkut hubungan antara Bupati dengan Pemerintah Belanda. Karena pembenahan
itu tidak ada sangkut pautnya dengan perikehidupan rakyat maka rakyat pada
umumnya tidak mengetahui perubahan tersebut. Daendels ternyata mengikuti
kebijakan yang telah dirintis oleh VOC. Hal itu tampak jelas jika dicermati
perubahan yang dia lakukan setelah pemerintahan VOC serta membandingkan dengan
teori politikyang dianutnya dengan praktek yang ia lakukan.
Reformasi atau pembenahan yang
dilakukan Daendels yang lain adalah misalnya ia berusaha keras memberantas
kecurangan di kalangan pejabat negara. Justru langkah inilah yang membuat ia
mempunyai banyak musuh dari kalangan bangsa Belanda sendiri. Disamping politik
keuangannya tidak menguntungkan pemerintah beberapa tindakannya dinilai sebagai
menguntungkan diri sendiri. Lawan politik Daendels yang terkenal antara lain
adalah M.R.G. van Polanen dan Nicolaas Engelhard, Gubernur Pantai Jawa Timur
Laut yang dilepas oleh Daendels. Untuk membersihkan dirinya dari tuduhan musuh
politiknya Daendels menerbitkan buku berjudulStaat der Nederlandsch
Oost-Indische bezittingen onder het bestuur van den Gouverneur Generaal H.W.
Daendels pada 1814. Buku tersebut dikritik dengan tajam oleh van
Polanen dan Engelhard.
Di samping itu Daendels juga tidak
disukai di kalangan pejabat Bumi Putera. Para bangsawan banyak yang kecewa
karena kebijakannnya yang merugikan mereka. Pada 1810 Kaisar Napoleon
mengeluarkan Dekrit yang menyatakan Negeri Belanda masuk ke dalam Imperium
Prancis. Setahun kemudian berita itu sampai ke Indonesia dan disambut dengan
senang hati olh Daendels. Karena ia yakin bahwa hal itu akan membawa perbaikan
bagi Indonesia. Semua pegawai bersumpah setia kepada Kaisar Napoleon. Pada 1811
Daendels diberhentikan oleh Kaisar Napoleon. Perberhentian itu rupanya bukan
karena Kaisar Napoleon yakin akan kesalahan Daendels tetapi karena desakan
lawan-lawan Daendels yang sangat keras.
C. Politik
Kolonial Masa Transisi
1.
Masa Pemerintahan
Herman Willem Daendels (1808-1811)
Herman
William Daendels memulai jabatan sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat
dia menapak Pulau Jawa, tanggal 1 Januari 1808 dengan menumpang kapal Virginia.
Perjalanan panjang ditempuh Daendels dari Eropa menuju Jawa mengingat kala itu
lautan sudah dikuasai angkatan laut Kerajaan Inggris yang maha kuasa semasa
Perang Napoleon berkecamuk di Eropa, Afrika dan Asia. Sejarawan Djoko
Marihandono yang mengadakan penelitian tentang Daendels dan Hindia Belanda di bawah
kekuasaan Prancis menjelaskan, dalam diskusi terbatas di Harian Kompas, betapa
Daendels harus kucing-kucingan untuk menempuh perjalanan berbahaya dari Eropa
tanggal 18 Februari 1807. Dia sempat menghadap Napoleon Bonaparte di Paris
untuk menyampaikan usulan kebijakan yang akan diterapkan di Hindia Timur
(Nusantara). Kala itu, Belanda yang beralih sistem menjadi Republik Bataaf
(1795-1806) kemudian diduduki Prancis yang menetapkan Louis Napoleon (orang
Belanda menyebut sebagai Lodewijk Napoleon-red) untuk memimpin Belanda sebagai
wilayah Prancis. Daendels mendapat promosi kenaikan pangkat dari Kolonel
Jenderal menjadi Marsekal, kata Djoko.Daendels memiliki kewenangan luas yakni
dari Tanjung Harapan di Afrika Selatan hingga ke Hindia Timur (Nusantara-red ).
Namun, pada kenyataan, kala itu-tahun 1808- kekuasaan Napoleon di Afrika
Selatan dan Nusantara hanya tersisa di Pulau Jawa.Perjalanan Daendels memakan
waktu 10 bulan. Dia pergi ke pelabuhan Bordeaux, tetapi laut sudah diblokade
Inggris sehingga harus mencari alternatif ke Lisabon di Portugal. Lagi-lagi dia
menghadapi kondisi serupa yakni blokade laut Inggris.Pramoedya Ananta Toer
mencatat dalam Jalan Pos Jalan Daendels, betapa Daendels harus menyaru dan
memalsukan identitas agar dapat meloloskan diri dari Eropa menuju Jawa.Akhirnya
Daendels meninggalkan Portugal dan tiba di Maroko. Ketika itu, Maroko baru saja
menyetujui perjanjian damai dengan Eropa untuk mengakhiri perdagangan budak
bangsa Eropa (Giles Milton, White Gold). Salah satu panglima angkatan laut
Inggris yang memaksa penguasa Maroko dan Aljazair mengakhiri perbudakan bangsa
kulit putih adalah Laksamana Thomas Pellew yang juga pernah memblokade Batavia
dan membombardir Pulau Onrust (catatan dalam White Gold dan pameran VOC di
Erasmus Huis, 2008).Di Maroko, Daendels sempat dirampok bajak laut sehingga
kehilangan semua dokumen. Dia meloloskan diri ke Kepulauan Kanari di lepas
pantai barat Afrika-kini wilayah Spanyol-untuk mencari kapal ke Asia. Djoko
mencatat, di Pulau Kanari, Daendels berhasil menyewa kapal Amerika, Virginia
yang mengantarnya menyelinap ke Pulau Jawa.
2. Masa Pemerintahan Raffles (
1811-1816)
a. Biografi
Raffles
Thomas Stamford Raffles adalah seorang yang kurang mempunyai karakter hebat,
tapi cukup bijaksana untuk lebih memelih reputasi dalam sejarah daripada
penghasilan material sesaat (Vlekke, 2008). Bernama lengkap Thomas Stamford
Bringley Raffles ini lahir 6 Juli 1781 berkewarganegaraan Inggris. Ia adalah
seorang Gubernur Jenderal Hindia-Belanda yang terbesar. Ia juga dikatakan
pendiri kota dan Negara kota Singapura. Ayahnya adalah seorang kapten bernama
Benjamin Raffles dan Ibunya adalah Anne Lyde Linderman, namun akibat terhimpit
krisis ekonomi dan terjerat kasus dalam perdagangan budak di kepulauan Karibia
mengakibatkan ayahnya meninggal saat Raffles berusia 15 tahun. Saat itu juga ia
mulai bekerja sebagai pegawai di London untuk perusahan Hindia Timur Britania
yang banyak berperan dalam penaklukan Inggris di luar Negeri (id.wikipedia.org)
dan diangkat ke posisi agen perusahaan di Pulau Penang pada 1805. Di sini dia
memulai studinya atas bahasa, adat istiadat, dan sejarah Melayu. Bermula
menjadi palayan humaniter utama kemudian menciptakan lewat tulisannya, suatu
legenda histori mengenai administrasinya di Jawa dan akhirnya dengan suatu
kebijakan ekspansi yang berani sehingga membuat dia mencapai keberhasilan
terbesarnya yaitu pendirian Singapura.
Dia menulis begitu baik dalam bentuk
yang sangat menarik, sehingga selama seabad setelah kematiannya orang menilai
Raffles lebih berdasarkan kata-katanya dari pada perbuatannya. Dari sinilah ia
dinilai lebih unggul dari pada para pendahulu-pendahulunya dalam administrasi
kolonial. Dari gabungan ambisi membara dan kecerdasan brilian tersebut, membuat
Raffles orang yang tepat untuk menjalankan rencana Lord Minto untuk Indonesia.
Kala waktu itu untuk menyerang dan menghancurkan kekuatan Belanda di Indonesia
(Vlekke, 2008).
Keberhasilan Inggris dalam
ekspansinya ini membawa nama Raffles menjadi semakin dikenal dan yang tidak
kalah pentingnya adalah melejitnya karir Raffles yang semakin tinggi di usianya
yang masih muda. Itu disebabkan karena pemerintah Inggris mempercayakan semua
kendali di nusantara kepadanya. Sehingga di tunjuklah Raffles sebagai Letnan
Gubernur oleh Lord Minto sebelum kembali ke Kalkuta (Vlekke, 2008). Dia menjadi
Jenderal Gubernur di Jawa pada tahun 1811-1816. Selama di Jawa dalam
menjalankan tugasnya, nampaknya Raffles juga memiliki keterkaitan erat dengan
orang Jawa, bahkan ia lebih suka dengan orang Jawa dari pada dengan orang
Belanda. Sebab orang Jawa tidak memiliki sifat amuk (chaos). Selain itu
Raffles juga menyimpan besar perhatiannya pada budaya dan sastra Jawa, karena
ketertarikanya tersebut ia mengembangkan Museum Ethnografi Batavia, yang sampai
saat ini masih berdiri megah. Sebelumnya Belanda telah mendirikan lembaga
kebudayaan yang bernama Koninklijk Bataviaasch Genootschap. Lembaga ini yang
memelopori pendirian Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (1778) dan Museum
Gajah (1862) yang kesemuanya berada di Jakarta. Pada 1814, Thomas Stamford
Raffles mendengar berita adanya penemuan benda purbakala di sekitar Magelang,
Jawa Tengah. Raffles kemudian mengutus H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi
penemuan berupa bukit yang dipenuhi semak belukar. Ia memerintahkan agar “bukit
ilalang” itu dibersihkan, sehingga tampaklah sebuah candi raksasa yang dipenuhi
patung Buddha Mahayana. orang. Raffles juga bercerita tentang keberadaan Candi
Penataran yang berlokasi di sebelah utara Blitar (Jawa Timur). Raffles
menemukan candi ini pada 1815 bersama seorang naturalis dan ahli kedokteran
berkebangsaan Amerika, ialah Thomas Walker Horsfield. Raffles kembali ke London
(1815) karena mengidap penyakit tropis yang cukup parah, serta kesedihannya
yang sangat dalam atas meninggalnya istrinya pada 26 November 1814 karena
penyakit malaria (Raffles, 2008) dan dimakamkan di Batavia tepatnya yang
sekarang menjadi Museum Prasasti. Di kebun raya Bogor juga dibangun monument
peringatan untuk mengenang kematian sang isteri (id.wikipedia.org).
Pada tahun 1818, Thomas Stamford
Raffles kembali ke timur dan di promosikan menjadi gubernur Bengkulu. Disana
banyak yang telah dilakukan yaitu mengagas proyek benama Singapore, mendirikan
benteng, dan Ia juga dikenal sebagai pecinta lingkungan yang penuh gairah di
bidang boilogi. Banyak sederetan nama binatang dan tumbuhan telah dinamai
dengan menggunakan namanya (Raffles, 2008). Salah satu tumbuhan yang paling
terkenal adalah benama Rafflesia Arnoldii, sejenis tumbuhan parasit di pohon
Palem, merupakan hasil penemuan Raffles di sekitar Bengkulu (Sumatra). Tanaman
ini merupakan endemic di Asia Tenggara dan memiliki kelopak bunga terbesar
serta paling spektakuler di dunia. Sekembalinya ke London Thomas Stamford
Raffles mendirikan London Zoo dan Zoological Society of London yang sampai saat
ini masih terkenal. Ia pun menjadi presiden pertama dalam lembaga ilmiah ini.
Dari sinilah Raffles menghabiskan masa hidupnya yaitu di Kota dan Negara
asalnya. Seorang anak yang tengah menjelma menjadi seorang figure dan menjadi
seorang tokoh cerdas, bijaksana serta peduli terhadap sesama telah menyatu
semua dalam diri raffles. Menurut catatan Sophia Malkasian, mahasiswa
pascasarjana pada Southeast Asia Studies Program, Ohio University, Amerika Serikat
mengatakan Raffles dianggap sebagai salah seorang pelopor kajian Jawa, serta
bukunya menjadi sumber gagasan Barat mengenai daerah tersebut, dan sebagai
titik awal pengkajian wilayah Timur.
Perjuangan telah dilakukan demi
keluarga dan negaranya mulai dari masa remaja hingga menutup mata. Banyak
sumber yang mengatakan bahwa Thomas Stamford Raffles meninggal dunia sehari
sebelum ulang tahunnya yang ke-45 (5 July 1826), atau hanya dua tahun sekembalinya
dari Hindia-Timur, karena menderita apoplexy atau Stroke
(Raffles, 2008). Karena pendirianya yang menentang perbudakan, keluarganya
tidak diizinkan mengebumikannya di halaman gereja setempat (St.Mary’s, Hendon).
Larangan ini dikeluarkan pendeta gereja itu, yang keluarganya memetik
keuntungan dari perdagangan budak. Ketika gereja itu diperluas pada 1920-an,
kuburannya dimasukkan ke dalam bagian bangunannya.
b. Masa
Kepemimpinan Raffles di Nusantara
Sejak tahun 1800, blokade Inggris
terhadap Belanda semakin memuncak. Kedudukan-kedudukan Belanda yang ada di luar
Jawa (hanya Ambon yang agak kuat) diserang Inggris. Demikianlah Ambon,
Gorontalo, Banda, Ternate, praktis dapat dikuasainya. Tidak dengan Jawa,
rupanya pertahanan masih kuat dan memerlukan perhitungan militer yang lebih
serius. Tetapi keputusan itu belum diambil oleh pucuk pimpinan Inggris di
India. Walaupun demikian, persiapan untuk menyerang Jawa telah dilakukan sejak
masa-masa sebelumnya (Dekker, 1993).
Pada tahun 1808 mulai berlangsung suatu
zaman baru dalam hubungan Jawa-Eropa. Negeri Belanda telah berada di bawah
kekuasaan Perancis sejak tahun 1795. Sehubungan dengan sentralisasi kekuasaan
yang semakin besar, maka Napoleon Bonaperte mengangkat adiknya, Louis Napoleon
sebagai penguasa di negeri Belanda pada tahun 1806. Pada tahun 1808, Louis
mengirim Marsekal Herman Willem Daendels ke Batavia untuk menjadi Gubernur
jenderal (1808-1811) dan untuk memperkuat pertahanan Jawa sebagai basis melawan
Inggris di Samudera Hindia. Dalam perjalanannya Daendels tidak membawa pasukan
baru bersamanya bahkan memakai bendera Amerika untuk menghindari serangan atau
hadangan Inggris di India. Dengan tidak adanya pasukan yang dibawa dia segera
membentuk pasukan yang terdiri dari sebagian besar terdiri atas orang-orang
Indonesia, berjumlah dari 4000 menjadi 18000 orang (Ricklefs, 2005).
Tekanan blockade Inggris yang berat
terhadap Belanda melumpuhkan export kopi yang merupakan salah satu sumber
penghasilan yang besar. Suasana ekonomi di bawah Daendels yang bersifat
revolusioner dan diktaktor ini rusak. Di samping itu kebencian terhadapnya
datang dari semua golongan termasuk orang-orang Eropa sendiri. Maksudnya
memberantas penyelewengan dan korupsi yang menyelimuti administrasi Eropa
banyak mengalami kegagalan (Ricklefs, 2005). Salah satu contoh tindakan
Daendels yang hanya menghasilkan kebencian adalah sebagai berikut, seperti
disebutkan di atas, bahwa Ambon masih dipertahankan oleh Belanda dalam ukuran
kecil. Di sana ditempatkan seorang colonel Perancis yang bernama Filz. Akibat
serangan Inggris itu Filz menyerah. Dia dibebaskan oleh Inggris dan kemudian
pergi ke Batavia untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Hasilnya malahan
colonel yang malang itu dimarahinya dan kemudian dijatuhi hukuman mati (dengan jalan
ditembak), itu merupakan perbuatan yang tidak bertanggung jawab yang dilakukan
oleh seorang pemimpin seperti Daendels. Adapun perlawanan diberbagai tempat
terhadap Daendels yang serba keras dari bangsa Indonesia antara lain ialah
Banten, Cirebon, dan Yogyakarta (Dekker, 1993).
Pada 1811, Thomas Stamford Raffles
disertakan dalam rombongan ekspedisi ke tanah Jawa sebagai Letnan Gubernur di
bawah perintah Gubernur Jenderal (di India) Sir Gilbert Elliot
Murray-Kynyn-mond atau yang lebih dikenal dengan nama Lord Minto, hingga 1817.
Lord Minto menyukai Raffles karena kecerdikanya, keterampilan, dan kemampuannya
dalam berbahasa Melayu, sehingga ia dikirim ke Malaka. Tidak lama setelah tiba
di tanah Jawa pasca Perancis menguasai Kerajaan Belanda, Raffles mengatur
ekspedisi melawan militer Belanda di Jawa. Penyerbuan itu dipimpin oleh Admiral
Robert Stopford, Jenderal Watherhall, Kolonel Gillespie2 (Raffles, 2008) dan disamping itu
ikut juga Jenderal Auchmuty3 dimana Kapitulasi Tuntang adalah pertanda
yang secara resmi mengakhiri riwayat Belanda-Perancis di Indonesia. Berikut
mengenai isi dari Kapitulasi Tuntang yang di tanda tangani oleh Auchmuty dari
pihak Inggris dan Janssen dari pihak Belanda, pada tanggal 18 September 1811 :
1.
Seluruh Jawa
diserahkan kepada Inggris
2.
Semua
serdadu menjadi tawanan dan semua pegawai yang mau kerja sama dengan Inggris,
dapat memegang jabatan terus
3.
Semua
hutang-piutang pemerintah belanda yang dulu, tidak akan ditanggung oleh
Inggris.
Seminggu sebelum Kapitulasi Tuntang,
Raffles telah diangkat sebagai Letnan Gubernur Jenderal namun pusat kendali
tetap berada di Calcuta (Dekker, 1993). Dalam hal yang seperti ini masih ada
juga perbedaan dalam penilaian terhadap Belanda antara Lord Minto dengan
Raffles. Munculnya dua aliran ini sangat berbeda jauh yaitu aliran Lord Minto
yang bersikap lunak dan terbuka terhadap Belanda yang telah kalah dan mau
mempergunakan bangunan dan tenaga mereka kembali asalkan setia kepada Inggris,
dan aliran Raffles yang bersifat membenci terhadap apa saja yang berbau Belanda
yang dianggapnya sebagai kolot dan kejam.
Setelah takhluknya Belanda dari
tangan Inggris, kepulauan Indonesia sepenuhnya berada di bawah control
perusahaan Hindia Timur Inggris dan dibagi dalam empat unit administratif yaitu
pemerintahan Malaka, Bengkulu, Jawa, Maluku. Dengan perubahan administratif ini
Maluku sangat beruntung karena monopoli tidak dihapus melainkan ditetapkan
dengan lebih longgar, sebab Perusahaan Hindia Timur Inggris tidak mempunyai
kepentingan financial untuk menjaga ketat sistem itu seperti Belanda (Vlekke,
2008). Apabila dilihat sebagai kesatuan revolusi Daendels dan Raffles sama-sama
tokoh yang paling penting bagi sejarah Indonesia yaitu sebagai pencetus
revolusi penjajahan, suatu kebijakan baru yang menuntut pelaksanaan kedaulatan
dan kekuasaan administrasi Eropa di seluruh pemerintahan Jawa yang tujuannya
memanfaatkan, memperbaharui, atau menghancurkan lembaga-lembaga asli semuanya
(Rickefs, 2005). Pemerintahan langsung rakyat oleh pejabat pemerintah yang
digaji harus menggantikan pemerintahan tidak langsung lewat perantara
kepala-kepala daerah herediter (Vlekke, 2008).
Thomas Stamford Raffles pernah
menjadi Gubernur Jenderal pada masa yang sangat singkat di Jawa yaitu mulai
tahun 1811 sampai dengan 1816. Selama kepemimipinannya, Raffles mengubah sistem
tanam paksa (culture stelsel) yang diberlakukan colonial Belanda, yaitu
sistem kepemilikan tanah yang kemungkinan besar dipengaruhi oleh tulisan awal
Dirk van Hogendorp, dengan kebijakan landrente4. Prinsip yang digunakannya
berdasarkan pada teori liberalisme, seperti yang dipraktikkan Inggris di India.
Seperti dalam bidang perekonomian dan keuangan Raffles menetapkan bahwa :
·
semua tanah
adalah milik Negara, dan rakyat sebagai pemakai (penggarap) tanah wajib
membayar sewa (berupa pajak bumi) kepada pemerintah.
·
Pemimpin
pribumi seperti sultan dan bupati yang tidak taat pada peraturan landrente, akan
dipecat.
·
Meneruskan
usaha yang dilakukan Belanda misalnya penjualan tanah kepada swasta, serta
penanaman kopi, melaksanakan penanaman bebas yang melibatkan rakyat dalam
perdagangan.
·
Memonopoli
garam agar tidak dipermainkan dalm perdagangan karena sangat penting bagi
rakyat.
·
Menghapus
segala penyerahan wajib dan kerja rodi.
·
Dia juga
mengubah sistem berkendara di koloni Belanda menjadi sistem berkendara seperti
di Inggris yaitu memakai jalur kiri yang berlaku dan dipakai sampai saat ini
(Gus Anam’s, 2010 blog)
Selain menerapkan kebijakan landrente, dalam
bidang pemerintahan Thomas Stamford Raffles juga menerapkan kebijakannya
melalui :
·
Membagi
tanah Jawa ke dalam 16 karesidenan
·
Mengurangi
jabatan bupati yang berkuasa (Raffles, 2008)
·
Mengangkat
Bupati menjadi pegawai negeri yang digaji
·
Mempraktekkan
sistem yuri dalam pengadialn seperti di Inggris
·
Melarang
adanya perbudakan, membangun pusat pemerintahan di Istana Bogor (Gus Anam’s,
2010 blog)
·
Kesultanan
Banten dihapuskan, kedaulatan kesultanan Cirebon harus diserahkan kepada
colonial Inggris (Raffles, 2008).
Disamping kebijakan-kebijakan yang telah disebutkan, Raffles juga seoarang
sarjana yang tertarik dalam Sejarah dan keadaan alam Indonesia. Yaitu dengan
membangun gedung Harmoni di jalan Majapahit Jakarta untuk lembaga pengetahuan
yang berdiri sejak tahun 1778 yang bernama Bataviaasch Genootschap Pada 13
agustus 1814 diberlakukan konvensi London yang memuat bahwa seluruh wilayah
yang pernah dikuasai Belanda harus dikembalikan kepada pihak Inggris tetapi
tidak berlaku atas Bangka, Belitung, dan Bengkulu. Sebenarnya Raffles tidak
menerima hal ini karena kekayaan Hindia-Belanda sanagat menguntungkan pihak
Inggris, naumun ia terpaksa menandatanganinya yang merupakan bagian dari
penyusunan kembali secara menyeluruh urusan-urusan Eropa setelah perang-perang
Napoleon. Raffles akhirnya ditarik kembali ke Inggrisdan digantikan oleh John
Fendall yang melaksanakan keputusan konvensi London sekaligus serah terimanya.
Tahun 1818 Raffles kembali ke timur untuk Jabatan barunya yaitu menjadi
Gubernur Bengkulu. Setelah setahun pemerintahannya ia menggagas proyek bernama
Singapore. Proyek mercusuar ini adalah pelampiasan dari rasa kekecewaannya
karena penyerahan tanah Jawa kepada Belanda. Diapun akhirnya terkenal sekali
sebagai pendiri Singapura. Sebelum kepulangannya ke London, di Bengkulu Raffles
mendirikan benteng Inggris paling besar kedua di Asia Pasifik, setelah benteng
utamanya di India. Dari pendirian benteng yang permanen, kokoh dan multifungsi
itu dapat dipastikan kalau Raffles memiliki cita-cita di kawasan ini. Karena
parahnya gejolak politik yang mendera Eropa pada tahun 1823 ia terpaksa untuk
meninggalkan Sumatra. Namun Raffles sempat mewujudkan obsesinya di Singapura
dan dalam proyek botani dan satwa Hindia Timur, terutama di pulau Sumatra.
Tonggak imperalis Inggris ini menggagas pendirian Raffles Museum di Singapura.
Misinya adalah mencatat dan mendokumentasikan binatang dan tanaman khas yang
terdapat di pulau Jawa dan Sumatra (Raffles, 2008). Salah satunya adalah jenis
tanaman bunga sekaligus nama Raffles diabadikan sebagai nama bunga itu, yaitu Rafflesia
Arnoldii (Gus Anam’s 2010 blog). Karena peran besar Raffles, di
Simgapura akhirnya diabadikan dengan bentuk patung atau monumuen Raffles untuk
mengenang tokoh besar itu.
Berakhirnya pemerintahan Raffles karena kondisi eropa sudah tidak mendukung.
Kedudukan Napoleon telah goyah, dan Belanda telah bangkit untuk melawan
Perancis. Ujungnya terselesaikan pada 1824 yang disepakati di London. Britania
berjanji tidak akan lagi campur tangan di Sumatra atau pulau-pulau lain di
kepalauan Indonesia. Begitu juga orang Belanda berjanji menghormati kemerdekaan
Aceh, tapi sekaligus bertekad melindungi pelayaran di sekitar ujung utara
Sumatra dari perompak-perompak Aceh. Perjanjian 1824 mengakhiri kekuasaan
Britania atas Bengkulu (Vlekke, 2008). Hingga akhirnya Nusantara kembali di
bawah kekuasaan Belanda yang dengan sistimatik menguras serta mengkulikan
penduduk Nusantara seperti yang dilakukanya sebelum Inggris datang.
D. Politik
Kolonial Konservativ: Sistem Tanam Paksa
Pada tahun 1830 pada saat pemerintah
penjajah hampir bangkrut setelah terlibat perang Jawa terbesar (Perang
Diponegoro 1825-1830), dan Perang Paderi di Sumatera Barat (1821-1837), ongkos
imperialisme Belanda secara semena-mena diletakkan di atas pundak Jawa-Madura
melalui Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa antara 1830-1870.
Gubernur Jendral Van den Bosch mendapat izin khusus melaksanakan sistem
Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) dengan tujuan utama mengisi kas pemerintahan
jajahan yang kosong, atau menutup defisit anggaran pemerintah penjajahan yang
besar. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem
monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat
dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada jaman VOC wajib menjual komoditi tertentu
pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya pada
harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Maka tidak ada perkembangan yang bebas
dari sistem pasar.
Sistem tanam paksa diperkenalkan secara perlahan sejak tahun 1830 sampai tahun
1835. Menjelang tahun 1840 sistem ini telah sepenuhnya berjalan di Jawa. Cultuurstelsel
(atau secara kurang tepat diterjemahkan sebagai Tanam Paksa) adalah peraturan
yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch yang mewajibkan
setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor,
khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada
pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen
diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah
harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah
yang menjadi semacam pajak.
Sistem tanam paksa berangkat dari asumsi bahwa desa-desa di Jawa berutang sewa
tanah kepada pemerintah, yang biasanya diperhitungkan senilai 40% dari hasil
panen utama desa yang bersangkutan. Van den Bosch ingin setiap desa menyisihkan
sebagian tanahnya untuk ditanam komoditi ekspor ke Eropa (kopi, tebu, dan
nila). Penduduk dipaksa untuk menggunakan sebagian tanah garapan (minimal
seperlima luas, 20%) dan menyisihkan sebagian hari kerja untuk bekerja bagi
pemerintah.
Dengan mengikuti tanam paksa, desa akan mampu melunasi utang pajak tanahnya.
Bila pendapatan desa dari penjualan komoditi ekspor itu lebih banyak daripada
pajak tanah yang mesti dibayar, desa itu akan menerima kelebihannya. Jika
kurang, desa tersebut mesti membayar kekurangan tadi dari sumber-sumber lain.
Pemerintah kolonial memobilisasi lahan pertanian, kerbau, sapi, dan tenaga
kerja yang serba gratis. Komoditas kopi, teh, tembakau, tebu, yang
permintaannya di pasar dunia sedang membubung, dibudidayakan.
Bagi pemerintah kolonial Hindia Belanda, sistem ini
berhasil luar biasa. Karena antara 1831-1871 Batavia tidak hanya bisa membangun
sendiri, melainkan punya hasil bersih 823 juta gulden untuk kas di Kerajaan
Belanda. Umumnya, lebih dari 30 persen anggaran belanja kerajaan berasal
kiriman dari Batavia. Pada 1860-an, 72% penerimaan Kerajaan Belanda disumbang
dari Oost Indische atau Hindia Belanda. Langsung atau tidak langsung, Batavia
menjadi sumber modal. Misalnya, membiayai kereta api nasional Belanda yang
serba mewah. Kas kerajaan Belanda pun mengalami surplus.
Badan operasi sistem tanam paksa Nederlandsche Handel Maatchappij (NHM)
merupakan reinkarnasi VOC yang telah bangkrut. Untuk mendorong keberhasilan
sistem ini di tiap wilayah desa, kepala desa juga mendapatkan komisi atau
persentase dari hasil cultuurstelsel (tanam paksa) ini. Sistem ini tidak
diberlakukan pada desa-desa perdikan (desa bebas pajak) karena kewajiban khusus
dari kekuasaan feodal seperti mengurus makam dan memelihara pesantren.
Beberapa perubahan sosial yang terjadi akibat sistem tanam paksa yang ditemukan
oleh Onghokham (Tjondronegoro dan Wiradi (peny):1984) Edi Cahyono (1991)
dan Rajagukguk (1995) adalah: Pertama, pengambil alihan tanah penduduk
menjadi kepemilikan desa telah melahirkan petani rumah tangga dengan
kepemilikan tanah pertanian yang kecil. Para petani kecil ini masih dibebani
dengan kerja tambahan tersebut sehingga tidak dapat mengembangkan diri meski
mempunyai tanah garapan yang dapat mereka wariskan kepada keturunan mereka. Kedua,
kewajiban-kewajiban kerja dan kewajiban penanaman tersebut telah mendorong
kelahiran penduduk yang cepat di kalangan petani untuk menurunkan beban kerja
keluarga. Ketiga, sementara itu, secara politik sistem ini juga telah
menghidupkan pemerintahan Desa menjadi struktur pemerintahan efektif mengontrol
administrasi kewilayahan dan penduduk. Sistem ini juga menjadikan kepemimpinan
di wilayah Jawa menjadi sangat otoriter. Keempat, Masyarakat petani
mulai memanfaatkan lahan pekarangan rumah untuk bertahan hidup dengan
mempekerjakan perempuan dan anak-anak mereka. Lahan pekarangan secara teori
memang tidak dihitung pajaknya. Kelima, Sistem tanam paksa telah menutup
peranan ekonomi kalangan swasta untuk tumbuh dan berperan baik dari kalangan
priayi, tionghoa, arab maupun golongan pengusaha Belanda sendiri. Keenam,
Tanam paksa juga telah melahirkan pengistilahan baru dalam lapisan-lapisan di
masyarakat petani. Istilah-istilah kuli kenceng (kewajiban penuh kerja bakti),
kuli setengah kenceng (tidak bertanggung jawa penuh) telah menggantikan istilah
numpang dan sikep. Sebab, semua pemilik tanah wajib menjalankan kerja bakti di
tanah-tanah cultuurstelsel. Dengan demikian tanam paksa telah
mentransformasi beberapa penduduk menjadi kuli/buruh (Prisma:1991) .
Tanam paksa adalah era paling eksploatatif dalam praktek ekonomi Hindia
Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem
monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat
dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada jaman VOC wajib menjual komoditi
tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya
dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang
memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal
Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940.
Akibat tanam paksa ini, produksi beras semakin berkurang, dan harganya pun melambung. Pada tahun 1843, muncul bencana kelaparan di Cirebon, Jawa Barat. Kelaparan juga melanda Jawa Tengah, tahun 1850.
Akibat tanam paksa ini, produksi beras semakin berkurang, dan harganya pun melambung. Pada tahun 1843, muncul bencana kelaparan di Cirebon, Jawa Barat. Kelaparan juga melanda Jawa Tengah, tahun 1850.
Sistem tanam paksa yang kejam ini, setelah mendapat protes keras dari berbagai
kalangan di Belanda, akhirnya dihapus pada tahun 1870, meskipun untuk tanaman
kopi di luar Jawa masih terus berlangsung sampai 1915. Program yang dijalankan
untuk menggantinya adalah sistem sewa tanah dalam UU Agraria 1870.
E. Politik
Kolonial Liberal : Ekonomi Swasta
Periode sejarah Indonesia 1870 – 1900 sering disebut sebagai masa liberalimse.
Pada periode ini kaum pengusaha dan modal swasta diberikan peluang sepenuhnya
untuk menanamkan modalnya dalam berbagai usaha kegiatan di Indonesia terutama
dalam industri – industri perkebunan besar baik jawa maupun daerah – daerah
luar jawa. Selam amsa liberalisme ini modal swasta dari Belanda dan negara – negara
Eropa lainnya telah berhasil mendirikan berbagai perkebunan kopi, teh, gula dan
kina yang besar di Deli, Sumatera Timur.
Pada tahun 1870 dikeluarkan Undang – Undang Agraria, yang bertujuan untuk
melindungi petani – petani Indonesia terhadap kehilangan hak milik atas tanah
mereka terhadap irang – orang asing. Sejak tahun ini industri – industri
perkebunan Eropa mulai masuk ke Indonesia. Terdapat perbedaan antara tanam
paksa (culturestelsel) dengan industri – industri perkebunan swasta pada
masa liberal yaitu terlatak pada bahwa dalam msa industri perkebunan liberal
rakyat Indonesia bebas dalam menggunakan tenaganya dan tanahnya, sedang
dalam tanam paksa kedua alat produksi itu dimiliki dan dikuasai oleh
pemerintah. Seiring berkembangnya dunia pertumbuhan industri Indonesia juga
berkembang dengan adanya terussan Suez pada tahun 1869 yasng memperpendek jarak
antara Eropa dengan Asia.
Zaman liberal mengakibatkan ekonomi uang masuk dalam kehidupan masyarakat
Indonesia terutama Jawa. Penduduk pribumi mulai menyewakan tanah – tanahnya
kepada perusahaan – perusahaan swasta Belanda untuk dijadikan perkebunan –
perkebunan besar. Masuknya pengaruh ekonomi Barat juga melalui impor barang –
barang dari negeri Belanda. Hilangnya matapencaharian penduduk di sector
tradisional mendorong lebih jauh pengaruh system ekonomi uang, karena memaksa
penduduk untuk mencari pekerjaan pada perkebunan – perkebunan besar milik orang
Belanda atau orang Eropa lainnya. Lapangan kerja baru yang tumbuh seiring dengan
berkembangnya industri – industri perkebunan besar di Indonesia adalah
perdagangan perantara.
Perkembangan
Ekonomi Hindia – Belanda
Kaum liberal berharap bahwa dengan dibebaskannya
kehidupan ekonomi dari segala campur tangan pemerintah serta penghapusan segala
unsure paksaan dari kehidupan ekonomi akan mendorong perkembangan ekonomi
Hindia Belanda. Dengan Undang – undang Agraria 1870 para pengusaha Belanda dan
Eropa dapat menyewa tanah dari pemerintah atau penduduk Jawa untuk membuka
perkebunan – perkebunan besar.
Setelah tahun 1885 perkembangan tanaman perdagangan
mulai berjalan lamban dasn terhambat, karena jatuhnya harga – harga gula dan
kopi di pasaran dunia. Dalam tahun 1891 harga tembakau turun drastis, sehingga
membahayakan perkebunan – perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Timur. Krisis
tahun 1885 mengakibatkan terjadinya reorganisasi dalam kehidupan ekonomi Hindia
– Belanda. Perkebunan – perkebunan besar tidak lagi sebagai usaha milik
perseorangan, tetapi direorganisasi sebagai perseroan – perseroan terbatas.
Pimpinan perkebunan bukan lagi pemiliknya secara langsung, tetapi oleh seorang
manager, artinya seorang pegawai yang digaji dan langsung bertanggungjawab
kepada direksi perkebunan yang biasa dipilih dan diangkat oleh pemilik saham.
Merosotnya
Kesejahteraan Rakyat Indonesia
Krisis perdagangan tahun 1885 juga mempersempit
penghasilan penduduk jawa, baik uang berupa upah bagi pekerjaan di perkebunan –
perkebunan maupun yang berupa sewa tanah. Politik kolonial baru yaitu kolonial
– liberal, semakin membuat rakyat menjadi miskin. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor :
- Kemakmuran rakyat ditentukan oleh perbandingan antara jumlah penduduk dan faktor – faktor produksi lainnya seperti tanah dan modal.
- Tingkat kemajuan rakyat belum begitu tinggi, akibatnya mereka menjadi umpan kaum kapitalis. Mereka belum mengenal sarekat kerja dan koperasi untuk memperkuat kedudukan mereka.
- Penghasilan rakyat masih diperkecil oleh system voorschot (uang muka)
- Kepada rakyat Jawa dipikulkan the burden of empire (pajak /beban kerajaan). Sebagai akibat politik tidak campur tangan Belanda terhadap daerah luar jawa, pulau Jawa harus membiayai ongkos – ongkos pemerintahan gubernmen diseluruh Indonesia.
- Keuntungan mengalir di negeri Belanda, pemerintah juga tidak menarik pajak dari keuntungan – keuntungan yang didapat para pengusaha kapaitalis. Pemerintah menganut system pajak regresif, yang sangat memberatkan golongan berpendapatan rendah.
- Meskipun system tanam paksa telah dihapuskan tetapi politik batig – slot belum ditinggalkan.
- Krisis tahun 1885 mengakibatkan terjadinya pinciutan dalam kegiatan pengusaha – pengusaha perkebunan gula, yang berarti menurunnya upah kerja sewa tanah bagi penduduk. Krisis ini diperberat dengan timbulnya penyakit sereh pada tanaman tebu, sehingga akhirnya pulau Jawa dalam waktu lama dijauhi oleh kaum kapitalis Belanda.
F. Masa Pendudukan Jepang
Pendudukan Jepang di Indonesia dengan berlangsungnya perang Dunia kedua di kawasan
Asia Pasifik, (1941-1945) Jepang berambisi untuk menguasai negara-negara Asia
dan merebutnya dari negara-negara imperalis barat. Tujuannya selain untuk
kepentingan supremasi (keunggulan dan kekuasaan) Jepang juga menjadikan
daerah-daerah di asia sebagai tempat menanamkan modal, serta memasarkan hasil
industrinya. Sejak awal abad 20 Jepang telah menjadi negara industri dan mulai
melaksanakan imperialisme modern saat itu Jepang berhasil menduduki korea dan
cina. Negara raksasa cina didudukinya pada tahun 1937.
Ketika Jepang menduduki indocina, pada juli 1941 AS tidak menyetujui tindakan tersebut. Tindakan protes AS dilakukan dengan menghentikan penjualan karet, baja lemepngan, minyak bumi dan lain-lain yang sangat dibutuhkan jepang. Jepang memutuskan untuk menyerang daerah-daerah koloni eropa di Asia Tenggara tujuannya untuk memperoleh barang-barang kebutuhan perang. Dengan itu Jepang yakin bahwa serangan tersebut menimbulkan perang dengan as. Jepang mendahului serangan terhadap pearl habour, hawaii. Pada 7-12-1941. setelah menghancurkan pearl harbour, Jepang meneruskan serangan ke filifina pada 10 Desember 1941 dan berhasil menduduki luzon dan batoon, lalu pada tanggal 16 Desember berhasil menduduki burma. Akhirnya pada 11 januari Jepang mendarat di Indonesia yaitu dirasakan kalimantan timur dan berhasil menduduki pulau kalimantan. Dari kalimantan Jepang meneruskan serangannya ke jawa sebagai pusat bertahan belanda, dan mulai menduduki daerah-daerah lainnya.
Ketika Jepang menduduki indocina, pada juli 1941 AS tidak menyetujui tindakan tersebut. Tindakan protes AS dilakukan dengan menghentikan penjualan karet, baja lemepngan, minyak bumi dan lain-lain yang sangat dibutuhkan jepang. Jepang memutuskan untuk menyerang daerah-daerah koloni eropa di Asia Tenggara tujuannya untuk memperoleh barang-barang kebutuhan perang. Dengan itu Jepang yakin bahwa serangan tersebut menimbulkan perang dengan as. Jepang mendahului serangan terhadap pearl habour, hawaii. Pada 7-12-1941. setelah menghancurkan pearl harbour, Jepang meneruskan serangan ke filifina pada 10 Desember 1941 dan berhasil menduduki luzon dan batoon, lalu pada tanggal 16 Desember berhasil menduduki burma. Akhirnya pada 11 januari Jepang mendarat di Indonesia yaitu dirasakan kalimantan timur dan berhasil menduduki pulau kalimantan. Dari kalimantan Jepang meneruskan serangannya ke jawa sebagai pusat bertahan belanda, dan mulai menduduki daerah-daerah lainnya.
1. AWAL KEDATANGAN DAN MASA PENDUDUKAN JEPANG DI
INDONESIA
Awal kedatangan Pendudukan Jepang di Indonesia di kota Tarakan pada 10 januari 1942, selanjutnya Jepang melebarkan sayapnya hingga ke Minahasa, Balikpapan, Ambon, Pontianak, Makassar, Banjarmasin, Palembang dan Bali yang berhasil dikuasai Jepang dari kurang waktu Jan- Feb 1942, sedangkan ibukota Jakarta di duduki pada tanggal 05 Maret 1942. Tentara Belanda yang pada saat itu masih berkuasan di Indonesia ke, kesalahan menghadapi serangan tentara Jepang, dan akhirnya Belanda menyerah tanpa syarat pada Jepang tepatnya pada tanggal 08 Maret 1942 di Kalijati-Subang.
PEMBAGIAN 3 WILAYAH INDONESIA OLEH JEPANG
Masa pendudukan Jepang di Indonesia berbeda dengan masa penjajahan Belanda pada penjajahan Belanda pemerintah di pegang oleh pemerintah sipil sedangkan massa pendudukan Jepang di pimpin oleh militer dalam menjalankan pemerintahannya di Indonesia di bagi dalam 3 wilayah kekuasaan militer yaitu sebagai berikut :
a. Wilayah I, meliputi P. Jawa dan Madura dengan pusat komando pertahanan di Batavia dipimpin oleh ke-16 AD
b. Wilayah II, meliputi P. Sumatera dan Kepulauan di sekitarnya dengan pusat komando pertahanan di bukit tinggi dipimpin oleh tentara ke-25 AD.
c. Wilayah III, meliputi p. Kalimantan, sulawesi, sulawesi, maluku, bali dan nusa tenggara dengan pusat komando pertahanan di makasar dipimpin oleh Armada Selatan ke-2 Al di Makassar.
UPAYA JEPANG YANG MELIBATKAN RAKYAT INDONESIA
Jepang yang menanamkan bangsa dan negerinya Nippon berusaha mengarahkan semua di Indonesia untuk mendukung dalam perang melawan sekutu, selain itu Jepang berupaya untuk mempertahankan wilayah Indonesia dari ancaman sekutu dengan cara melibatkan rakyat Indonesia dalam beberapa organisasi antara lain :
a. Gerakan Tiga A Dibentuk pada tanggal 29 April 1942 yang diketuai oleh Mr. Syamsudin latar belakang pendirian gerakan tiga A adalah membantu Jepang dalam menghadapi sekutu.
- Nippon Cahaya Asia
- Nippon Pelindung Asia
- Nippon Pemimpin Asia
b. Pusat Tenaga Rakyat (Putera) Dipimpin oleh empat serngkai, yakni Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, ki Hadjar Dewantara dan K.H. Mas mansur. Dibentuk pada bulan agustus 1942 dan diresmikan pada tanggal 1 Maret 1943, tujuannya untuk Jepang ialah untuk memusatkan seluruh kekuatan rakyat dalam rangka membantu usaha jepang.
c. Cholo Sangi In (Badang Pertimbangan Pusat) Dibentuk tanggal 3 september 1943, diketuai Jenderal Tojo (Perdana Menteri jepang), anggota berjumlah 43 orag, 23 orang diangkat Jepang 18 orang utusan kresidenan dan kotapraja jakarta raya, dan 2 orang utusan di Yogyakarta dan surakarta.
d. Jawa Kokokai Pada tahun 1944, panglima tentara Jepang yang menduduki jawa menyatakan berdirinya organisasi "jawa hokokai' atau Himpunan kebaktian Jawa, sebagai organisasi resmi pemerintah. Tugas mengerahkan rakyat untuk mengumpulkan padi, permata, besi tua, pajak, dan menanam tamanan jarak sebagai bahan baku minyak pelumas untuk jepang.
EKSPLOITASI SUMBER DAYA ALAM DAN TENAGA KERJA INDONESIA OLEH JEPANG Pemerintah pendudukan Jepang merupakan pemerintahan militer. Oleh karena itu, sesuai dengan keadaan perang pada saat itu, semua jenis kegiatan diarahkan untuk kepentingan perang. Pemerintah pendudukan Jepang telah melakukan eksploitasi secara besar-besaran terhadap sumber daya alam Indonesia serta tenaga manusia yang ada demi memenangkan perang melawan sekutu.
1. Cara-cara Jepang di Indonesia mengeksploitasi sumber kekayaan alam
a. Petani harus menyerahkan hasil panen, ternak dan harta milik serta mereka yang lain kepada pendudukan Jepang untuk biaya perang asia pasifik.
b. Hasil kekayaan alam di Indonesia yang berupa hasil tambang perkebunan dan hutan di angkut ke jepang.
c. Jepang memaksa penduduk untuk menanam pohon jarak pada lahan pertanian.
2. Cara I Jepang di indonesia mengeksploitasi tenaga kerja
a. Romusha, kerja paksa tanpa upah.
b. Kinrohosi, kerja paksa tanpa upah bagi tokoh masyarakat
c. Wajib Militer
1) Seinendan (Barisan Pemuda) dibentuk tanggal 9 Maret 1943 bertugas sebagai tentara melawan sekutu.
2) Keibodan (Barisan pembantu polisi) dibentuk pada tanggal 29 April 1943 bertugas menjaga keamanan desa.
3) Fujinkai (Barisan wanita) dibentuk agustus 1943 bertugas sebagai anggota palang merah dan sebagai wanita penghibur.
4) Jawa Hokokai (Pehimpunan kebaktian Raya Jawa) dikebumikan 1 maret 1944.
5) Suishintai (Barisan Pelopor)
6) Heiho (Pembantu Prajurit Jepang)
7) Peta (Pembela Tanah Air)
PERGERAKAN MASSA DAN PERLAWANAN TERHADAP JEPANG
Ada dua strategi yang digunakan para pejuang Indonesia dalam menghadapi pemerintah penduduk Jepang, yakni :
1. Kooperatif, cara bekerja sama dengan Jepang, dengan mengikuti organisasi-organisasi Jepang. Dengan demikian mereka mendapat pelajaran militer dari organisasi-organisasi tersebut.
2. Non kooperatif penduduk strategi non kooperatif, tidak mau bekerjasama dengan Jepang mereka membentuk organisasi, antara lain :
a. Kelompok Syahrir, beranggotakan kaum terpelajar di berbagai kota.
b. Kelompok Amir Syarifudin yang antifasis dan menolak bekerja sama dengan Jepang
c. Golongan Persatuan Mahasiswa yang sebagian besar anggotanya adalah mahasiswa kedokteran
d. Kelompok Sukarni, yang anggotanya antara lain Adam Malik, Pandu Wiguna, Chaerul Saleh dan Maruto Mitimiharjo
e. Golongan Kaigun, yang anggotanya bekerja pada angkatan laut Jepang
f. Pemuda Menteng, yang bermarkas di Gedung Menteng 31 Jakarta.
Perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh rakyat Indonesia
1. Perlawanan rakyat Cot Plieng dekat Lhok Seumawe – Aceh Perlawanan ini terjadi pada tanggal 10 November 1942 Tengku Abdul Jalil.
2. Pemberontakan di Singaparna, Tasikmalaya pimpinan K.H. Zainal Mustafa, hari jum’at tanggal 25 Februari 1944.
3. Pemberontakan rakyat dibiak
4. Pemberontakan rakyat di indramayu
AKHIR KEKUASAAN JEPANG DI INDONESIA Pada akhir tahun 1944, Jepang semakin terdesak, beberapapusat pertahanan di Jepang termasuk kepulauan saipan jatuh ke tangan Amerika Serikat. Terdesaknya pasukan Jepang diberbagai front menjadi berita menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Harapan bangsa Indonesia agar terjadi perubahan sikap terhadap penguasa Jepang ternyata terwujud. Jepang semakin terpuruk, semangat tempur tentara Jepang makin merosot dan persediaan senjata dan amunisi terus berkurang dan banyak kapal perang yang hilang, keadaan semakin diperburuk dengan perlawanan rakyat yang semakin menyala. Pada tanggal 17 Jui 1944, Jenderal Nideki Tojo diganti oleh Jenderal Koniaki Koiso. Pada tanggal 7 september 1994 jenderal koiso memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia dikemudian hari. Pada 1 Maret 1945, panglima Jepang letnan jenderal kumakici horada mengumumkan pembentukan badan penyelidikan usaha-usaha persiapan kemerdekan Indonesia (BPUPKI) Seiring berjalannya BPUPKI pada tanggal 6 Agustus 1945 kota Hirosima dibom atom oleh sekutu dan pada tanggal 7 Agustus 1945 dibubarkannya BPUPKI dan dibentuklah PPKI (Panitia persiapan kemerdekana Indonesia). PPKI yang dipimpin oleh ir. Soekarno beserta Moh. Hatta dan Dr. Rajiman Widyadiningrat berangkat ke dalat, vietnam pada 2 Agustus 1945 bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kemerdekaan Indonesia. Bersamaan dengan itu ktoa nagasaki dibom atom oleh sekutu. Akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu dan berakhirnya juga masa pendudukan Jepang di Indonesia.
DAMPAK PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA Pendudukan Jepang di Indonesia memberikan dampak positif dan dampak negatif adapun dampak tersebut adalah sebagai berikut :
1. Dampak positif
a. Rakyat Indonesia mempunyai rasa disiplin yang diterapkan Jepang
b. Rakyat Indonesia dapat berorganisasi
2. Dampak Negatif
a. Bidang sosial
- Kondisi ekonomi rakyat yang semakin menurun
- Kehidupan rakyat Indonesia di pedesaan makin parah
b. Bidang ekonomi
- Perampasan kekayaan rakyat
- Produksi pertanian makin menurun
- Sandang pangan sulit didapatkan
c. Bidang Politik
Tokoh-tokoh pergerakan nasional ditindas karena tidak mau bekerja sama dengan jepang
G. Reaksi-Reaksi
Bangsa Indonesia Terhadap Kolonialisme
1.
Perlawanan
Rakyat Maluku di Bawah Ahmad Matullesi (1817)
Sejak abad ke-17 perlawanan rakyat Maluku terhadap Kompeni sudah terjadi, namun perlawanan yang dahsyat baru muncul pada permulaan abad ke-19, di bawah pimpinan Ahmad Matulessi (lebih dikenal dengan nama Pattimura).
Latar belakang timbulnya perlawanan Pattimura, di samping adanya tekanan-tekanan yang berat di bidang ekonomi sejak kekuasaan VOC juga dikarenakan hal sebagai berikut.
a. , yakni adanya tindakan-tindakan pemerintah Belanda yang memperberat kehidupan rakyat, seperti system penyerahan secara paksa, kewajiban kerja blandong, penyerahan atap dan gaba-gaba, penyerahan ikan asin, dendeng dan kopi. Selain itu, beredarnya uang kertas yang menyebabkan rakyat Maluku tidak dapat menggunakannya untuk keperluan sehari-hari karena belum terbiasa.
Sejak abad ke-17 perlawanan rakyat Maluku terhadap Kompeni sudah terjadi, namun perlawanan yang dahsyat baru muncul pada permulaan abad ke-19, di bawah pimpinan Ahmad Matulessi (lebih dikenal dengan nama Pattimura).
Latar belakang timbulnya perlawanan Pattimura, di samping adanya tekanan-tekanan yang berat di bidang ekonomi sejak kekuasaan VOC juga dikarenakan hal sebagai berikut.
a. , yakni adanya tindakan-tindakan pemerintah Belanda yang memperberat kehidupan rakyat, seperti system penyerahan secara paksa, kewajiban kerja blandong, penyerahan atap dan gaba-gaba, penyerahan ikan asin, dendeng dan kopi. Selain itu, beredarnya uang kertas yang menyebabkan rakyat Maluku tidak dapat menggunakannya untuk keperluan sehari-hari karena belum terbiasa.
b. , yaitu adanya pemecatan guru-guru sekolah akibat pengurangan sekolah dan gereja, serta pengiriman orang-orang Maluku untuk dinas militer ke Batavia. Hal-hal tersebut di atas merupakan tindakan penindasan pemerintah Belanda terhadap rakyat Maluku. Oleh karena itu, rakyat Maluku bangkit dan berjuang melawan imperialisme Belanda. Aksi perlawanan meletus pada tanggal 15 Mei 1817 dengan menyerang Benteng Duurstede di Saparua. Setelah terjadi pertempuran sengit, akhirnya Benteng Duurstede jatuh ke tangan rakyat Maluku di bawah pimpinan Pattimura. Banyak korban di pihak Belanda termasuk Residen Belanda, Van den Berg ikut terbunuh dalam pertempuran.
Kemenangan atas pemerintah kolonial Belanda memperbesar semangat perlawanan rakyat sehingga perlawanan meluas ke Ambon, Seram dan pulau-pulau lain. Di Hitu perlawanan rakyat muncul pada permulaan bulan Juni 1817 di bawah pimpinan Ulupaha. Rakyat Haruku di bawah pimpinan Kapten Lucas Selano, Aron dan Patti Saba. Situasi pertempuran berbalik setelah datangnya bala bantuan dari Batavia di bawah pimpinan Buyskes. Pasukan Belanda terus mengadakan penggempuran dan berhasil menguasai kembali daerah-daerah Maluku. Perlawanan semakin mereda setelah banyak para pemimpin tertawan, seperti Thomas Matulessi (Pattimura), Anthonie Rhebok, Thomas Pattiweal, Lucas Latumahina, dan Johanes Matulessi. Dalam perlawanan ini juga muncul tokoh wanita yakni Christina Martha Tiahahu. Sebagai pahlawan rakyat yang tertindas oleh penjajah. Tepat pada tanggal 16 Desember 1817, Thomas Matulessi dan kawan-kawan seperjuangannya menjalani hukuman mati di tiang gantungan.
2.Perlawanan Kaum Paderi (1821–1838 )
Perang Paderi melawan Belanda berlangsung 1821–1838, tetapi gerakan Paderi sendiri sudah ada sejak awal abad ke-19. Di lihat dari sasarannya, gerakan Paderi dapat dibagi menjadi dua periode.
a. Periode 1803–1821 adalah masa perang Paderi melawan Adat dengan corak keagamaan.
b. Periode 1821–1838 adalah masa perang Paderi melawan Belanda dengan corak keaga-
maan dan patriotisme.
sumber : ancha-ardiansyah.blogspot.com
semester 2 nya?
BalasHapusSemester 2 nya mana?
BalasHapusBetway Casino Review & Bonus Code | jtmhub.com
BalasHapusBetway 울산광역 출장마사지 Casino Bonus Code, Review: Read 용인 출장샵 our detailed 광주 출장샵 review 광주광역 출장안마 before joining. 영주 출장샵 Read our Betway casino review before joining.